engkau benar - benar sang dewi


ketika terik sudah memuncak dan rasa haus menghiasi tenggorokan
aku melihat keretamu memenuhi pelataran gubukku dan hanya ada rasa
tak mau tau yang ada dalam hatiku ku tak tau siapa dirimu dan akupun tak mau tau.


tawa meledak dan terbahak menghiasi teras gubug
tawa mereka yang telah penat akan beberapa materi pada waktu itu
canda dan gurau yang merekatkan rasa kekerabatan yang tiada hari terlewatkan
tiba saat berpisah dan spontan terucap janji untuk temu kembali


langkah gontai mulai melangkah
melangkah menuju pintu yang telah menjadi saksi
hilir mudik para hamba
entah bertujuan apa....?




kricik .... kricik....
suara gemricik air
dua tangan menadah dan membasuh beberapa bagian tubuh
bersiap untuk menghadap empu sang alam raya yang tak pernah lelah dan terus waspada
gerak demi gerak beraulan dengan alunan hidup walau rasa khusuk entah sedang kemana

yah....
rasa lelah itu masih ada dalam diri ini
dan buaian sang waktu berkombinasi timang - timang alam
membuat mata nikmat untuk terpejam


sayup... sayup...
suara lembut merasuk kedalam lobang telinga
suara itu semakin jelas
suara itu tak asing lagi
oh.....
rupanya suara itu
suara yang selalu memberikan kasih sayang
suara yang selalu menimang - nimang
suara yang selalu segar terdengar....
ibu .....
iya itu suaramu ibu.....
wanita anggun dengan lentik menghiasi indra pemandanganya
bibir manis yang selalu tersenyum dan bertutur lembut walau engkau terluka
dan kehalusanmu yang memecahkan hati karang yang selalu menjulang
kehalusan suaramu telah mengglitik
dan membangunkan mata yang terlelap
untuk melihat dan merasakan dunia ini lebih manis dari pada buaian mimpi


langkah goyah dan lunglai
karena alam bawah sadar masih memepengaruhi sebagian akal dan fikiran
secara otomatis dan spontan
mata ini ....
mau tidak mau langsung terbuka dan terbelalak
melihat keindahan seorang bidadari ...
yah ....
itu engkau dewi.......


dengan duduk disampingmu
rasa malu semakin tebal menyelimuti
gelisah terus menerus hingga menjadi rasa was was


untaian demi untaian kata
terucap dari bibir lelaki bijak
sungguh bahagia ia yang telah melahirkan putri sepertimu
ucap terus berucap
kata terus berkata
merubah suasana hati yang semakin malu
menjadi keras bagai batu kali
munculah bibit - bibit rasa benci


semakin tak tau harus kemana melaju
rasa bebas dan insan merdeka telah hilang sekejap waktu
rasa ingin tau terus melekat
apa maumu dan apa yang ada dibenakmu dikala itu


bagai dua sejoli terpisah oleh waktu
bertemu melepas akan rindu
itu yang terpancar dari wajahmu


kanan entah kemana
kiri kini telah pergi
depan menghantui
belakang hanya sisa dan penuh akan bayang
entah kemana arah itu seakan menjadi semu


bengis dan sadis
keras dan buas
engkau tampik semua itu dengan semyum
semyum yang lembut dan manis
dikit demi sedikit mengglitik hati


ah ......
siapa kamu
mau apa kamu


waktu terus berlalu
hati semakin terusik oleh tingkah laku diri
perubahan harus ada
merdeka harus nyata


Tidak ada komentar: